Masih ingatkah pembaca akan postingan saya tentang pengadilan lokal belanda kepada SBY, kalo belum silahkan baca dulu melalui link tersebut. Saya bilang disitu pemerintah Belanda tidak berkaca atas apa yang dilakukan oleh pemerintah kerajaan Belanda pada masa lalu kepada rakyat Indonesia, eh malah bermuka dua seolah-olah melindungi RMS yang notabene mengungkit-ungkit masa lalu. Nggak sadar memang, gajah dipelupuk mata malah tak terlihat tapi semut di seberang lautan malah diungkit-ungkit.
Nah sekarang Belanda kena batunya, ternyata tuntutan dari para korban “janda” atas tragedi pembantaian Rawagede (antara Karawang dan Bekasi) tahun 1947 dikabulkan oleh pengadilan di Den Haag Belanda, (sepertinya pengadilan internasional)
Yuk simak beritanya:
Pengadilan distrik Den Haag memerintahkan pemerintah Belanda memberikan ganti rugi kepada tujuh janda korban pembantaian massal Rawagede, Jawa Barat, dan seorang pria yang menderita luka tembak pada 1947.
“Pengadilan ini menemukan bahwa negara Belanda bersalah karena melakukan eksekusi dan negara bertanggung jawab membayar ganti rugi sesuai dengan hukum,” kata hakim Daphne Schreuder.
Pengadilan menegaskan tidak masuk akal bagi pemerintah Belanda untuk berpandangan bahwa para janda korban tidak berhak mendapatkan ganti rugi karena kasusnya kadaluwarsa.
Pengacara penggugat Liesbeth Zegveld mengatakan dengan keputusan ini maka keadilan telah ditegakkan.
“Ini berarti negara tidak bisa tinggal diam selama 60 tahun menunggu kasusnya hilang atau menunggu pihak penggugat meninggal dunia dan kemudian naik banding karena keterbatasan undang-undang,” katanya.
Menurut Junito Drias, wartawan Radio Netherlands yang meliput putusan pengadilan di Den Haag, hakim tidak mengabulkan semua gugatan mengingat kasus ini merupakan gugatan berlapis.
Nilai ganti rugi
“Yang penting hakim Belanda atau hakim di Den Haag menyatakan bahwa permintaan pertama semacam pengakuan bahwa ini adalah kejahatan perang, kejahatan berat itu dikabulkan. Artinya, sekarang Belanda secara resmi mengatakan apa yang terjadi di Rawagede adalah sebuah kejahatan besar,” jelasnya kepada BBC Indonesia.
Pengakuan resmi ini penting, lanjut Junito Drias,
karena Belanda selama ini tidak pernah secara hukum menyatakan Belanda melakukan tindak kejahatan di masa lalu.
Pada tahap ini belum dirinci berapa nilai nominal ganti rugi dan akan ditangani dalam sidang terpisah.
“Angka nominal belum ada. Itu ada dalam permohonan hukum terpisah yang akan diajukan oleh pengacara korban Rawagede,” tambahnya.
Gugatan diajukan pada 2008 oleh para janda korban penembakan dan satu korban selamat, Saih bin Sakam, atas dasar pembantaian massal pria dan anak laki-laki oleh pasukan penjajah.
Peristiwa berdarah terjadi di Rawanggede yang kemudian berganti nama Balongsari, pada 9 Desember 1947.
Menurut kumpulan keluarga korban, jumlah warga yang tewas mencapai 431 orang tetapi pihak Belanda mengatakan 150 orang tewas.
Putusan pengadilan Den Haag ini terlambat bagi salah satu penggugat, Saih bin Sakam, karena satu-satunya korban hidup itu meninggal dunia baru-baru ini.
Update berita: 9 Desember 2011
Dutch govt apologizes for 1947 massacre
Pemerintah Belanda diwakili Duta Besar untuk Indonesia, Tjeerd de Zwaan, menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada para keluarga korban kasus Rawagede, Jumat (9/12) di Desa Balongsari Karawang Jawa Barat.
Tjeerd de Zwaan menyebut 9 Desember diingat sebagai hari peringatan atas peristiwa pembunuhan 64 tahun lalu dalam aksi yang dilakukan oleh militer Belanda.
”Itu merupakan hari yang tragis, dan merupakan contoh yang ekstrim dari hubungan antara Indonesia dan pemerintah Belanda dan berjalan dengan salah pada saat itu.”
”Saya di sini tidak hanya atas nama pemerintahan Belanda, tetapi kehadiran saya juga didukung oleh parlemen dan warga Belanda.”
”Pemerintah Belanda membuat pernyataan beberapa waktu lalu untuk menutup bagian yang sangat sulit.”
“Saya atas nama pemerintah Belanda meminta maaf atas tragedi yang terjadi di Rawagede pada 9 Desember 1947.”
Tjeer de Zwaan
”Sehubungan dengan itu, saya atas nama pemerintah Belanda meminta maaf atas tragedi yang terjadi di Rawagede pada 9 Desember 1947,” kata Tjeer de Zwaan.
”Saya harap kita merefleksikan kejadian pada masa lalu, dan dapat bersama-sama untuk bekerjasama di antara dua negara ke depan,” tambah de Zwaan.
Sebelumnya pengacara janda korban Rawagede, Lisbeth Zegveld, mengatakan pemerintah Belanda memberikan kompensasi sebesar 20.000 euro atau sekitar Rp243 juta per orang. Kompensasi akan diberikan kepada sembilan orang keluarga korban kasus pembunuhan massal di Rawagede.
Pemberian kompensasi dan permintaan maaf oleh pemerintah Belanda dilakukan berdasarkan putusan pengadilan sipil di Den Haag Belanda, 14 September 2011, yang mengabulkan gugatan janda korban pembantaian Rawagede dengan tergugat Pemerintah Kerajaan Belanda.
Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947. Ketika itu sekitar 300 tentara berupaya menangkap Kapten Lukas Kustaryo, komandan kompi Divisi Siliwangi.
Dalam operasi pencarian pasukan Belanda justru melakukan pembunuhan massal terhadap sekitar 431 warga Rawagede, tetapi pemerintah Belanda hanya mengakui 150 orang yang tewas.
Proses pengakuan Belanda berlangsung panjang dan melalui sejumlah lobi penting karena meski Dewan Keamanan PBB telah menyatakan peristiwa Rawagede sebagai kesengajaan dan kejam, pemerintah Belanda tidak pernah secara terbuka membahas pembantaian Rawagede.