Perpustakaan Pemko Batam

Perpustakaan Pemko Batam memiliki 27 ribu buku dengan beragam judul. Sayangnya, karena tempatnya berada di Lantai Tujuh Kantor Wali Kota Batam, jadinya sepi pengunjung.

Seorang wanita tampak terburu-buru memasuki sebuah pintu kecil berkaca gelap. Ia memakai setelan kemeja garis-garis hijau dan celana jeans cream yang berpadu dengan kardigan kasual berwarna senada. Di punggungnya tersandang sebuah ransel hitam. Di dadanya tersemat kartu identitas bertuliskan: Tamu.

Begitu masuk, wanita itu disambut oleh sebuah meja kecil. Meja itu tak berpenghuni, namun di atasnya tergeletak sebuah buku tulis besar dengan kolom-kolom. Ia tuliskan nama, pekerjaan, tempat tinggal, dan keperluan sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangannya di buku tersebut.

Lenni, begitu nama yang tertulis di sana, berjalan meninggalkan meja tersebut. Ia menyusuri satu lorong. Di ujung lorong itu terdapat sebuah ruangan lain. Bergegas ia menuju rak-rak besar di ujung ruangan. Sosoknya hilang ditelan rak yang berisi puluhan buku. “Buku tentang reading ada gak ya?” tanya Lenni kepada seorang petugas di sana. Petugas itu kemudian menuju rak baris kedua. Lenni mengekor di belakangnya.

Lenni adalah seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Riau Kepulauan (Unrika). Tempat ini menjadi harapan terakhirnya untuk mencari buku referensi bagi tugas akhirnya.

“Di Batam ini susah cari buku. Saya sudah berkeliling toko buku. Saya juga sudah ke perpus kampus, tak ada buku yang saya cari. Akhirnya, saya disuruh ke sini sama kepala perpus kampus,” katanya.

Dua orang dara datang memasuki ruangan. Sama seperti Lenni, mereka juga langsung menuju rak buku. Lima menit lamanya mereka mencari-cari buku. Setelah menemukannya, dua dara itu kemudian beralih ke meja panjang. Mereka duduk di sana dan membacanya dalam diam. “Buku di perpus kampus lagi keluar semua, dipinjam orang. Jadi kami kesini,” kata Indrawanti, satu di antaranya.

Seperti Lenni, Indrawanti dan Dyni, nama seorang yang lain, adalah mahasiswi Unrika. Mereka berkuliah jurusan Ilmu Sejarah. Kehadiran mereka di ruangan ini juga untuk mencari buku referensi untuk keperluan penyusunan tugas akhir mereka.

Setiap Buku Diberi Label

Tempat ini bernama Perpustakaan Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Berdiri sejak tahun 2008, perpustakaan ini buka enam hari seminggu. Setiap Senin-Kamis, perpustakaan buka dari pukul 08.00-16.00 WIB dengan satu jam istirahat pada pukul 12.00-13.00 WIB. Khusus hari Jumat, warga dapat mengunjungi perpustakaan mulai dari pukul 08.00-16.30 WIB. Jam istirahat mulai pukul 11.30-13.00 WIB.

Perpustakaan ini terintegrasi dengan Kantor Wali Kota Batam. Berada jauh di lantai tujuh, pengunjung harus menggunakan lift untuk menjangkaunya. Letaknya kurang strategis untuk sebuah tempat pelayanan publik.

Perpustakaan ini tidak besar. Tiga buah meja panjang diatur melintang di tengah ruangan. Setiap meja dilengkapi dengan kursi-kursi. Rangkaian meja itu memakan hampir setengah ruangan. Setengah ruangan sisanya ditempati enam buah rak buku yang tinggi menjulang setinggi tubuh pria dewasa. Setiap rak berisi ratusan buku.

Koleksi buku di perpustakaan ini mencapai 27 ribu. Buku-buku di rak tersebut dikategorikan menurut bidang ilmu, seperti manajemen, pendidikan, sastra, dan ilmu pertanian. Setiap buku diberi label dengan sistem pengodean tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pustakawan mencari buku yang dibutuhkan.

Sayangnya, sistem ini tidak berlaku seperti rencana awal. Buku tidak diatur menurut nomor kode yang tertera di rak. Batam Pos menemukan buku dengan nomor kode 395 di rak 600. Pustakawan sendiri yang akan repot.

Hal ini dialami oleh Lenni. Lenni kesulitan menemukan buku dengan tema reading bahasa Inggris. Pustakawan ikut membantu mencarinya. Ia mencari menurut judul buku, padahal jika setiap buku telah dibuat kodenya, ia hanya perlu mencari buku di dalam daftar buku dan mencari kodenya di rak yang ditentukan. “Mereka yang sudah selesai baca biasanya mengaduk-aduk buku-buku ini lagi,” kata Riyandi, pustakawan tersebut.

Seluruh buku berasal dari pengadaan yang dilakukan setiap bulan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan buku tersebut sepenuhnya ditanggung Pemko melalui anggaran SKPD.

Buku-buku itu tersedia gratis bagi masyarakat Batam. Dari kalangan manapun dan dengan status apapun, tua-muda, pria-wanita, kaya-miskin boleh membaca buku di sana. Mereka juga boleh meminjamnya.

Luliek, seorang staf di sana menerangkan tata cara peminjaman. “Pertama, harus jadi anggota dulu,” katanya.

Warga yang hendak menjadi anggota diwajibkan mengisi formulir pendaftaran. Setelah diisi, formulir tersebut harus ditanda-tangani oleh pejabat berwenang sesuai dengan foto kopi kartu identitas yang dilampirkan warga ketika mendaftar.

”Kalau yang dikasih itu KTP, ya harus ditandatangani Ketua RT dan RW. Kalau kartu mahasiswa, dekan yang harus tanda tangan. Kalau kartu pelajar, berarti kepala sekolah yang harus kasih tanda tangan. Pakai stempel juga,” kata Luliek lagi.

Setelah menyerahkan formulir pendaftaran yang dilengkapi dengan dua lembar fotokopi identitas diri dan foto diri, warga itu akan mendapat sebuah kartu. Dengan kartu itulah ia dapat meminjam buku. Jumlah maksimal buku yang dipinjam hanya dua dalam jangka waktu seminggu. Apabila sudah jatuh tempo, pihak perpustakaan akan memberi tahu melalui telepon. Perpanjangan masa peminjaman boleh dilakukan. Batas waktunya masih sama, yaitu satu minggu. Apabila dalam waktu satu bulan tidak ada kabar dari peminjam, Pihak perpustakaan akan bertindak dengan mengirimkan teguran melalui surat.

“Sistemnya berjalan seperti itu, tapi sampai sekarang tidak pernah terjadi. Yang ada malah peminjam sendiri yang melapor ke kami kalau bukunya belum selesai dipinjam,” tambah Luliek.

Biaya pendaftaran gratis. Peminjaman buku pun tak dikenai biaya. Apabila buku rusak atau hilang pun tidak ada sanksi uang. Namun, pengunjung perpustakaan ini justru menurun setiap tahunnya.

Setiap hari hanya ada sepuluh sampai lima belas pengunjung yang datang. Mereka pun tak betah berlama-lama di sana. Mereka yang datang kebanyakan langsung menuju rak buku untuk mencari buku. Jika buku tidak ditemukan, mereka akan langsung pulang. Jika ada, mereka juga tetap pulang dan memilih membaca di rumah.

Padahal, di sana telah disediakan meja dan kursi sebagai tempat membaca. Ada juga ruang baca anak yang didesain lesehan. Pengunjung dapat dengan leluasa membaca di sana. (enny c prihandina)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *