Pembatasan BBM Bersubsidi vs Menaikkan harga BBM

Pemerintah akan memberlakukan pembatasa BBM bersubsidi mulai 1 April 2012. Sebab DPR dan pemerintah telah menyepakati UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang mengamanatkan pembatasan konsumsi BBM.

Banyak pihak menolak pembatasan BBM bersubsidi karena sama saja dengan menaikkan BBM 100%. Sebab mereka yang selama ini menggunakan Premium dipaksa beralih untuk membeli Pertamax yang harganya 2 kali lipat Premium.

Kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan banyak menjadi korban kebijakan pembatasan konsumsi BBM ini. Pembatasan ini akan makin memukul daya saing produk UKM. Bukan hanya biaya produksi yang meningkat karena biaya transportasi, tapi bahan baku juga pasti akan mengalami kenaikan. Kondisi ini mengakibatkan UKM harus menaikkan harga jualnya, sementara di sisi lain daya beli masyarakat dipastikan akan mengalami penurunan. Maka akan bisa diprediksi banyak UKM yang akan gulung tikar, padahal UKM itu adalah salah satu urat nadi perekonomian negara. UKM adalah salah satu bentuk partisipasi masyarakat menengah bawah dalam menciptakan lapangan kerja.

Jika demikian halnya, siapakah yang akan diuntungkan, siapakah yang berkepentingan dalam kebijakan pembatasan BBM bersubsidi? Kenapa hal itu harus dilakukan?Adakah pilihan lain?

Subsidi merupakan Pemborosan Anggaran Belanja Negara

Diantara alasan yang dikemukakan pemerintah adalah karena subsidi BBM sangat membebani APBN.  Terjadi pemborosan anggaran, Konsumsi BBM bersubsidi selama 2011 membengkak dari Rp. 129.7 triliun menjadi Rp. 160 Triliun.

Kalau mau jujur yang membebani APBN adalah pembayaran utang dan bunga, serta penggunaan anggaran belanja yang boros. Contoh: Anggaran pembayaran utang tahun 2012 sebesar Rp.170 Triliun (Bunga Rp. 123 T dan cicilan pokok utang Rp. 43 T). Ironisnya tahun 2012 pemerintah terus menambah utang dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp. 134 T dan utang luar negeri sebesar 54 T. Padahal ada sisa APBN 2011 sebesar Rp. 39,2 T. Untuk apa utang ditambah? sementara APBN masiha ada sisa? Padahal kalo berpikir secara logika dan realita yang menikmati utang-utang itu adalah para kaum kapitalis dan orang-orang kaya yang gemar berutang.

Oke jadi apa solusinya apa? Sebagai warga negara yang baik, saya tidak hanya mengkritik, tentu saja saya akan memberikan solusi.

Simple saja sebenarnya, kalo dilaksanakan bener-bener akan sangat menghemat anggaran negara dan bisa digunakan untuk subsidi. Langkah-langkahnya adalah:

1.  Pangkas anggaran belanja untuk perjalanan dinas hingga 60%

2. Pangkas anggaran untuk sewa hotel/gedung pertemuan yang biasa digunakan untuk seminar/workshop/pelatihan. Gunakanlah gedung serbaguna yang ada di kementerian2 atau di kantor2 pemda.

3. Stop pembangunan-pembangunan yang sifatnya hanya mercusuar misal pembangunan patung/tugu/bangunan yang sebenarnya tidak diperlukan. Titik beratkanlah pembangunan itu pada infrastruktur seperti jalan, sekolah, jembatan, puskesmas, pelabuhan yang sifatnya menunjang kegiatan ekonomi.

4. Stop remunerasi dan tunjangan lain yang sifatnya memberatkan keuangan negara. Tunjangan PNS itu sudah besar bos, disamping itu ada juga uang kegiatan, jadi jangan mencari cara untuk melegalkan hal-hal dalam penambahan tunjangan untuk PNS. Tanpa remunerasi pun PNS sudah bisa membawa uang 5 juta sebulan kok. Contoh lain adalah tunjangan sertifikasi guru yang 2 juta per bulan itu, tunjangan ini fungsinya untuk apa? gak jelas kok, sekarang apa bedanya guru dg PNS lain, toch PNS lain bisa hidup kok tanpa tunj sertifikasi. Jadi sertifikasi hanya akal-akalan untuk pemborosan uang negara yang ujung2nya terjadi jual beli sertifikasi.

5. Stop Utang Luar Negeri

Nah saya yakin dengan dilakukannya 5 perkara itu, maka kita bisa menghemat anggaran hingga 100-200 trilliun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *